Framing Khalayak dan Media Pasca Pemblokiran Akses Internet

Authors

  • Dinar Safa Anggraeni
  • Irwansyah .

DOI:

https://doi.org/10.25124/liski.v6i1.2519

Abstract

Pasca terjadi kerusuhan dalam aksi Gerakan Nasional Kedulatan Rakyat (GNKR) 22 Mei 2019 di Jakarta, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membatasi aktivitas internet khususnya di media sosial untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, terutama peredaran info hoax. Namun hal ini dianggap telah mencederai freedom of Information Communication Technology (ICT) masyarakat yang memiliki hak mendapatkan informasi dari mana pun. Media sosial yang tidak bisa difungsikan antara lain WhatsApp, Instagram dan Facebook, kecuali Twitter. Alhasil masyarakat dipaksa mengkonsumsi berita dari media massa mainstream yang saat ini dianggap tidak independent karena para pemilik media telah terafiliasi dengan kepentingan pemerintah. Masyarakat yang aktif membagikan informasi di media sosial atau user generated content (UCG) mengalami kendala dalam mengakses dan mengekspresikan informasi di media sosial. Maka berdampak pada masyarakat internet atau netizen yang hanya bisa mendapatkan informasi dari media massa mainstream dan hanya sedikit yang bisa mengakses media sosial melalui virtual privat network (VPN) atau membuka media sosial Twitter yang tidak diblokir. Hal ini menjadikan framing yang diciptakan khalayak dan media massa mainstream menjadi tidak jauh berbeda terkait peristiwa tersebut

Downloads

Download data is not yet available.

Published

2020-02-03

Most read articles by the same author(s)